Rokok makin gencar mengintai anak-anak?


           

            Dilansir dari Kementrian kesehatan (Kemkes) hasil dari riset kesehatan dasar (riskesdas) yang telah mereka lakukan, jumlah usia anak-anak (dibawah 18 tahun) yang kecanduan rokok mengalami kenaikan. Pada tahun 2018 ini presentasi perokok usia anak-anak mengalami kenaikan sebesar 1,9%  dari tahun 2013 yang “hanya” sebesar 7,2%. Bahkan pada tahun 2016 menurut data dari survey indikator kesehatan nasional tercatat sebesar 8,8%. Sungguh keadaan yang amat miris melihat usia perokok yang terbilang masih anak-anak atau boleh dibilang remaja tanggung ini. Tentu hal tersebut merisaukan apalagi target dari pemerintah adalah menurunkan angka pengguna rokok tersebut menjadi 5,4%.



Sumber : Riset kesehatan dasar (2013 dan 2018) dan Survey indikator kesehatan Nasional (2016)



            Bisa dilihat menurut data diatas memang peningkatan jumlah perokok usia anak sudah terjadi sejak lama. Namun sepertinya kesadaran dari berbagai pihak disini serasa abai. Dalam hal pemerintah sendiri walau mereka telah membuat peraturan perundangan yang berhubungan dengan industri rokok guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Nampaknya masih belum menyentuh mengenai pertembakauan.
            Peningkatan jumlah perokok tentu saja tak lepas dari bagaimana produsen mempromosikan rokok tersebut. Rokok dipromosikan melalui berbagai macam media, mulai dari media non elektronik semacam spanduk, dan media elektronik semisal TV. Bahkan dengan kemudahan jaman seperti saat ini hadirnya internet juga mempengaruhi iklan tersebut karena seseorang bisa mengakses informasi dengan mudah. Hal tersebut bisa dilihat dari data Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) yang menunjukkan iklan rokok diberbagai media mengalami peningkatan. pada 2014 BPOM mengawasi 51.630 iklan rokok diberbagai media, meningkat menjadi 69.244 pada tahun 2015 dan meningkat menjadi 85.815 iklan rokok pada tahun 2016.
            Seperti yang diketahui bersama bahwa pikiran anak-anak itu masih sangat reseptif, dan ibarat sebuah sponge pikiran mereka akan menyerap semua informasi tanpa disaring serta mudah sekali dipengaruhi akan suatu hal. Jadi sebuah iklan rokok mungkin saja bisa memberikan sebuah persepsi bahwa merokok adalah hal yang wajar. Dan bisa saja bahwa merokok itu menurut mereka dianggap sebagai suatu hal yang keren. Tentu hal yang demikian jika terus menerus dibiarkan tak mustahil jika semakin tahun semakin bertambah banyak jumlah perokok usia anak-anak.
            Saya sendiri prihatin mengenai anak-anak yang sudah kenal dengan yang namanya rokok. Bukan hanya karena merokok itu tidak baik untuk kesehatan, namun juga perokok anak-anak dengan rentang usia 10-18 tahun pasti kebanyakan dari mereka belum memiliki penghasilan sendiri. Hal tersebut tentu saja membuat mereka akan meminta uang lebih kepada orang tuanya atau malah menyisihkan uang jajannya untuk membeli rokok. Bahkan yang membuat prihati lagi adalah dalam sebuah video yang pernah viral di Indonesia ada seorang balita yang sudah merokok, yang pernah saya ingat bahwa dia merokok sambil diwawancara oleh orang yang kedengaran dari suaranya termasuk orang dewasa. Inikan sebuah hal yang amat miris ketika seorang balita sudah merokok Bahkan kata-kata yang diucapkan pun terkesan bukan kata-kata seusia balita.
            Untuk mencegah hal tersebut atau agar angka perokok usia anak-anak di Indonesia bisa turun tentu saja ini haruslah usaha dari berbagai pihak. Misal usaha yang harus dilakukan oleh pemerintah salah satunya adalah mulai meratifikasi kerangka kerja pengendalian tembakau. Lalu usaha yang bisa dibuat oleh masyarakat atau lingkungan sekitar bisa saja dengan dibuatnya spanduk diwarung-warung untuk tidak menjual rokok kepada anak-anak. Dan khusunya bagi keluarga selalu awasi anak kalian dalam hal pergaulan di lingkungannya.



0 komentar:

Post a Comment