Kartu Nikah

            Berawal dari perbicangan ringan dengan teman pada 2015 saat itu saya masih SMA, dia mengatakan bahwa saat generasi kita akan menikah nanti tidak akan lagi ada buku nikah. Saya pribadi tidak terlalu perduli dengan hal tersebut karena tidak berencana untuk menikah terlalu cepat juga. Hingga akhirnya pada tahun 2018 ini, isu mengenai tidak adanya buku nikah ini semakin ramai diperbincangkan. Dan hal ini membuat saya tertarik untuk menulisnya, lantas apa benar jika nanti menikah tak pakai buku nikah lagi?
            Buku nikah sendiri adalah tanda bukti bahwa seseorang tersebut telah memiliki ikatan pernikahan dengan seorang yang lainnya. Seperti yang sudah diketahui bersama bentuk dari buku nikah ini dimana warna coklat untuk lelaki (suami) dan warna hijau untuk pihak wanita (istri).

            Sebenarnya jika dikatakan tidak memakai buku nikah lagi bukanlah hal yang benar juga. Hal ini sudah ditegaskan secara langsung oleh pak Lukman Hakim Saifuddin selaku mentri agama saat ini. Buku nikah tetap merupakan dokumen resmi terkait pencatatam nikah, hanya saja ada sebuah inovasi dari Kementrian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) mencoba terobosan inovasi baru berupa penerbitan kartu nikah. Inovasi ini diklaim sejalan dengan peluncuran Sistem Informasi Manajemen Nikah Berbasis Wabsite (Simkah Web).
            Pada pertengahan November tepatnya pada tanggal 12 November 2018 telah diluncurkan satu juta kartu nikah. Namun pada tahap awal ini hanya akan tersedia di kota-kota besar saja, seperti Jakarta, Bandung dan yang lainnya. Tahap awal adanya kartu nikah ini diprioritaskan untuk pasangan yang menikah setelah tanggal peluncuran, adapun misal lebihnya boleh untuk mereka yang telah menikah pada tahun 2018 atau mereka yang telah menikah tahun-tahun sebelumnya.
            Pada kartu nikah sendiri memuat informasi mengenai status pernikahan pasangan suami istri seperti nama, nomor akta nikah, nomor perforasi buku nikah, tempat dan tanggal nikah. Dan tak lupa juga ada kode QR dalam kartu tersebut. Kode itu digunakan dengan aplikasi Simkah (Sistem informasi manajemen nikah)
            Aplikasi Simkah sendiri bisa dibilang sebagai ide awal untuk pembuatan kartu nikah. Aplikasi yang diluncurkan pada 8 November 2018 oleh pak lukman, dirancang untuk mempermudah proses pengelolaan administrasi nikah dan rujuk pada KUA, karena aplikasi Simkah tersebut telah mendapatkan dukungan validitas data yang telah terintegrasi dengan data kependudukan dan catatan sipil.
           
Saya pikir ini seperti menyesuaikan dengan era digital saat ini, yang mau gak mau merubah pola hidup serta tingkah laku seseorang. Kan kalo dilihat sebenarnya tidak ada urgensi yang mendesak untuk merubah buku nikah menjadi kartu nikah karena membawa buku nikah kemanapun bukanlah hal yang menyusahkan. Mungkin lebih kepada efisiensi saja kali ya, dengan bentuk seperti kartu, kartu nikah ini bisa muat didompet jadi tidak terlalu repot untuk dibawa keluar rumah. Apalagi misal untuk menginap ke suatu hotel yang pada kondisi tertentu diharuskan menunjukkan bukti sebagai suami istri, ga perlu repot-repot lagi nyari buku nikah dulu.
            Semoga saja pengadaan kartu nikah tidak seperti pengadaan e-ktp. 6 bulan kurang lebih saya harus menunggunya jadi. Dan ternyata pengadaan e-ktp jadi bancakan para “tikus berdasi”, sampai ada sebuah insiden yang lucu mengenai tiang listrik. jadi harapan saya proyek pengadaan ini bisa tepat waktu dan bukan proyek bagi-bagi juga.
           

0 komentar:

Post a Comment